Minggu, 28 Februari 2010




Stok Darah AB Nihil
UTD Wacanakan Kenaikan Harga Darah

PURWAKARTA, RAKA - Sampai akhir bulan Februari ini, UTD (unit transfusi darah) Cabang Purwakarta kehabisan stok darah golongan AB. Meski demikian, UTD menyatakan komponen darah lainnya di Kabupaten Purwakarta akan mencukupi sampai akhir Maret mendatang.  

Humas UTD Cabang Purwakarta, Sudaryono, menyampaikan, stok darah untuk semua komponen golongan darah sampai akhir bulan ini mencapai 80  kantong darah terdiri dari golongan darah A sebanyak 5 kantong, B-50 kantong, O- 25 kantong dan AB-0. Persediaan labuh darah yang menipis itu dikarenakan pihak  UTD belum lagi melakukan kegiatan tranfusi selain terpengaruh oleh tingginya kebutuhan darah pada bulan ini.  "Stok labuh darah yang saat ini tersedia akan mencukupi sampai minggu pertama bulan Maret," kata Sudaryono kepada Radar Purwakarta (24/2) lusa kemarin.  

Meskidemikian, UTD menjamin ketersediaan stok darah bakal bertambah pada awal Maret mendatang lantaran UTD akan mendapat tambahan darah berbagai komponen dari donatur rutin ditiga perusahaan swasta dengan jumlah tambahan mencapai 150 s/d 200 kantong darah. Belum lagi tambahan darah dari donatur di lokasi UTD Cabang Purwakarta. "Dengan demikian stok darah disini mencukupi setidaknya sampai akhir Maret nanti," sebut Sudaryono.

Ditambahkan dia, untuk harga per labuh darah masih disesuaikan dengan standar yang ditetapkan daerah menurut SK Bupati yang efektif per Januari 2009 yakni Rp185 ribu. Namun, menyusul kenaikan bahan dasar, seperti kantong darah dan suntik UTD Cabang Purwakarta saat ini sudah mewacanakan kenaikan harga per kantong darah sebesar Rp200 ribu selaras harga labuh darah di PURWASUKASI. "Baru diwacanakan kenaikannya, hal ini juga menyusul kebutuhan dasar yang melonjak hampir 45 persen seperti pada kantong darah dan pemeriksaan," katanya.

Dibagian lain, Sudaryono menyampaikan UTD saat ini masih terkendala dengan sarana dan prasarana seperti belum tersedianya kendaraan unit dan kelayakan gedung UTD. "Dengan kendaraan unit padahal kita dapat menambah asupan stok darah di UTD, begitu juga halnya dengan merenovasi gedung UTD," ucapnya.(rif)  


Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang!




Banyak Galian Di Tutup
Industri Batako Kesulitan Bahan Baku  

PURWAKARTA, RAKA - Industri batako di Purwakarta kesulitan bahan baku pasir. Hal ini menyusul tempat galian pasir yang cenderung berkurang. Selain itu, pasar yang kurang berkembang dan cuaca yang tidak bersahabat membuat industri batako semakin terjepit.

Isal seorang pengusaha batako lokal perseorangan menyatakan, kebutuhan dasar pembuat batako, yakni pasir sekarang makin sulit didapat. Kalaupun ada, harganya bisa hampir dua kali lipat. kalau kondisi terus seperti ini, Isal khawatir pengusaha batako dapat gulung tikar.

Dia mengakui, ketidakstabilan bahan baku sekarang ini merupakan hal baru lantaran sebelum dipicu penutupan beberapa galian pasir oleh pemerintah, sebenarnya bahan baku pasir sangat mudah didapat. "Tapi tidak selama ini bahan baku batako sulit didapt, kita harus mendapatkannya sampai ke Cianjur," ungkapnya.

Menurut dia, sejak Januari 2010, bahan baku pasir menurun hingga 35 persen. Semula, komposisinya bisa didapat sampai 3 atau 4 truk per sekali drop. Kini, bahan baku terus sulit didapat di wilayah Purwakarta.  "Bisa saja komposisi produksi didapat seperti sebelum-sebelumnya, tapi tentunya itu kemudian berpengaruh pada ongkos produksi karena perlu diambil dari luar daerah," kata Isal.  

Merosotnya suplai bahan baku juga diikuti pada produksi batako. Sejumlah pengusaha mengungkapkan, produksi batako kini sudah mulai turun pada kisaran Rp 25 s/d 35 persen per hari. Jumlah itu, lebih rendah dibanding produksi semula (akhir 2009) yang mencapai 80 s/d 90 persen. "Produksi pun menjadi turun karena bahan baku didapat tidak semudah dulu," kata Uwong pengusaha lainnya.

Kondisi ini, lanjut dia, diperparah oleh ketidakmampuan para pemilik industri batako untuk mengambangkan pasar. Selama ini para pengusaha kapur masih tergantung para eksporter di luar daerah Purwakarta.  
 
"Bila dibiarkan terlalu lama akan menggumpal. Apalagi bila pemilik tempat usaha batako masih juga belum mengembangkan usahanya," terangnya.

Menghadapi kondisi ini, uwong mengaku dihadapkan pada situasi dilematis. Jika dirinya menghentikan produksi batako, bakal banyak tenaga kerja yang dirumahkan. "Mereka terus mau mengandalkan siapa bila kami berhenti produksi?" cetusnya dengan nada tanya. Untuk menekan kerugian yang lebih besar, pihaknya memperkecil kapasitas produksi.(rif)
 

 


Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang!


Hari Gizi Nasional Ribuan Balita Purwakarta Berpotensi Gizi Buruk Anggaran Pemkab Nol Persen



PURWAKARTA, RAKA - Kemiskinan dan pola asuh mengakibatkan anak-anak di Kabupaten Purwakarta menderita kasus gizi. Setidaknya, sepanjang 2008 hingga 2009 Dinas Kesehatan Purwakarta mencatat 1.380 kasus di wilayahnya. Dari data itu, pada 2009 sebanyak 5 balita dinyatakan meninggal dunia akibat gizi buruk.

Informasi yang dihimpun Radar Purwakarta, dari Agustus 2008 hingga Agustus 2009 dihitung berdasarkan berat badan dibanding umur tercatat 1.380 kasus di wilayah Purwakarta, terdiri 818 penderita-2008 dan 523 penderita-2009. Bahkan, dari 70.936 balita, 5.426 diantaranya termasuk dalam kodisi gizi kurang dan berpotensi menderita gizi buruk.
 
Menurut Kepala Seksi Gizi dan Kesehatan Dinas Kesehatan Purwakarta, Djaka Rahardja, menyebut rujukan hasil survei status gizi tahun 2008 dan 2009 per Agustus jumlah penderita kasus gizi di Purwakarta mencapai 8,61 persen atau kurang dari standar toleransi provinsi sebesar 16 persen (sekarang 15 persen, red). Jumlah itu kemudian berubah menjadi 7,81 persen setelah standar rumusan status gizi dirubah per Agustus 2009 dari berat badan dibanding usia (BBU) menjadi berat badan dibanding tinggi badan (BBTB).

Menurut dia, dari 1.380 balita yang diidentifikasi mengalami masalah gizi (termasuk gizi buruk,red) tersebut keseluruhannya tidak dalam kondisi serupa, karena menyesuaikan dengan ada-tidaknya penyakit penyerta selain masalah asupan gizi. Kemudian setelah dilakukan klarifikasi sampai Agustus 2009 Dinkes mencatat 32 balita masuk kategori gizi buruk 5 diantaranya meninggal dunia dengan sakit jantung bawaan dan 5.496 balita dinyatakan dalam kondisi gizi kurang.

"Kemiskinan menjadi salah satu faktor utama penyebab gizi buruk balita karena terindikasi memiliki akses yang minim untuk memenuhi kebutuhan gizi balita. Faktor lainnya, yakni kesalahan pola asuh dan minimnya pengetahuan soal pemenuhan gizi bagi balita," kata Kasi Gizi Dinkes Purwakarta.

Sampai dengan Desember 2009, Dinkes mencatat sebanyak 14 temuan kasus gizi diantaranya penderita lama 8 anak dan 6 anak penderita baru berdasarkan BBTB. Sedangkan input untuk balita penderita kategori gizi buruk dan kurang masih diinventarisasi.

Pemerhati gizi lokal, Wawan Kurniawan, mengatakan, tidak menutup kemungkinan jumlah ribuan balita di Purwakarta masih berpotensi gizi kurang dan gizi buruk dengan berbagai kategori. Hal itu dikemukakan lantaran diketahui nihilnya anggaran yang dialokasikan Pemkab pada tahun ini untuk sektor gizi. Dari hal tersebut, Wawan melihat jika petugas gizi dari tingkat kader-Posyandu- Puskesmas-Dinkes cenderung akan kesulitan menekan angka pertumbuhan kasus gizi kurang dan gizi buruk lantaran terimbas dari nihilnya anggaran.

"Dari data BPS saja sekitar 50 ribuan warga Purwakarta masih dalam keadaan miskin, kalau tahun ini anggaran sektor gizi nihil lalu bagaimana petugas kesehatan menjalankan program untuk menekan pertumbuhan kasus gizi?," tanya Wawan seraya mengatakan hambatan yang bakal dijumpai itu seperti pada pelaksanaan kegiatan gizi seperti (PMT), tanggap gizi buruk, dan deteksi dini status gizi.

Atas dasar itu, Wawan meminta, setidaknya dalam perubahan anggaran Pemkab Purwakarta dapat kembali mengalokasikan anggaran disektor gizi sehingga ancaman pertumbuhan kasus gizi kemudian dapat terminimalisir.

Djaka Raharjda membenarkan bila tahun ini sektor gizi di Dinkes tak mendapatkan anggaran meski pengajuan sudah dilampirkan. Namun, mengatasi hal itu pihaknya tengah mengupayakan lobi ke provinsi untuk mendapatkan anggaran dari bantuan Gubernur (Bangub) sebesar Rp 42.800.000. Jumlah itu, kata Djaka, akan cukup untuk memenuhi kebutuhan PMT sebesar Rp 10 ribu per anak per hari selama 90 hari pada sekitar 5 ribuan anak. Artinya, kalau pun diterima dana ini hanya cukup untuk melangsungkan kegiatan PMT saja selama 3 bulan.

"Mudah-mudahan saja ada alokasi anggaran pada perubahan nanti, sehingga program dapat dijalankan seutuhnya selama satu tahun,"sebutnya.(rif)


Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang!


pengunjung