Kamis, 18 Februari 2010
Karyawan lapor LSM, DPRD Perketat Monitoring Perusahaan
PURWAKARTA, RAKA - Mendapati laporan masyarakat terkait sikap satu perusahaan swasta di Purwakarta yang diduga berlaku sewenang-wenang terhadap karyawan membuat kalangan DPRD Purwakarta panas telinga. Kalangan legislasi ini pun langsung menyampaikan akan memperketat monitoring perusahaan. "Makanya dengan hal tersebut monitoring terhadap perusahaan akan kita perkekat," kata Ketua Komisi IV DPRD Purwakarta Neng Supartini kepada Radar Purwakarta Kamis (18/2) kemarin. Neng supartini juga memprihatinkan sikap perusahaan yang masih nekad memperlakukan karyawan tidak sebagaimana mestinya atau tidak sejalur dengan aturan UU Ketenagakerjaan dan UU Perburuhan. Seharusnya, lanjut dia, pihak perusahaan wajib tidak mengorbankan apalagi tidak memanusiakan karyawan. "Jangan sampai perusahaan malah mengorbankan karyawannya apalagi tidak memanusiakan,"ulas anggota Fraksi PKB ini. Selain itu, Neng Supartini meminta fungsi monitoring Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Purwakarta terhadap perusahaan di Purwakarta tidak dilangsungkan secara asal-asalan. "Kalau memang laporan itu dibenarkan, artinya harus ada teguran dari Disnaker. Dan kemudian fungsi monitoring pun harus dilakukan secara seobjektif," tegasnya sambil menyebut akan menindaklanjuti laporan tersebut ke pihak perusahaan. Awal laporan yang menyebut adanya dugaan perusahaan berlaku tak sesuai aturan itu dikemukakan LSM Amarta Purwakarta yang mendapati lima orang karyawan kontrak bagian produksi bahan bordil PT. Bgmn bergerak dibidang Garmen di Jl Sadang-Cikampek disekitar Polsek Bungursari, antaralain Rk, En, Hst, Kml, dan Yn mengadu setelah diberhentikan tanpa pemberitahuan resmi pada Rabu (16/2). Laporan dibeberkan lantaran mereka (karyawan kontrak, red) diberhentikan meski masih dalam status terikat kontrak dengan sisa waktu kontrak bervariasi antara 6 sampai 3 bulan. Belakangan diketahui laporan karyawan mengembang pada sikap perusahaan yang juga diduga sudah memberikan upah dibawah UMK selain tak memberikan ijin cuti kerja pada karyawan yang tengah dalam kondisi hamil (cuti hamil). "Dalam laporannya karyawan membeberkan bila perusahaan diduga sudah memperlakukan mereka tidak sesuai aturan yang diterapkan, seperti misalnya pembayaran upah yang cuma Rp 600 ribu per bulan, pemberhentian kerja tanpa pemberitahuan resmi, dan tidak memberlakukan ijin cuti hamil pada perusahaan, belum lagi mengenai status kontraknya," kata Dewan Pembina LSM Amarta Purwakarta Tarman Sonjaya kepada Radar Purwakarta, kemarin. Tarman menjelaskan, dalam laporan sejumlah karyawan itu disebut pemberhentian diberlakukan lantaran perusahaan tengah dalam kondisi pailit. Meskidemikian, lanjutnya, keadaan perusahaan tersebut, dari data kros cek LSM Amarta ke Disnaker Tran Sos Purwakarta diketahui pihak perusahaan tidak melaporkan mengenai hal itu. "Kalaupun memang perusahaan mengalami pailit dsb, semestinya harus ada koordinasi dengan pihak Disnaker. Tidak asal, sebab ada UU yang melampirkan mengenai aturan ketenagakerjaan, tapi ini malah terkesan menggunakan manajemen toko yang bisa memberhentikan karyawan semaunya," kata Tarman Sonjaya. Tarman menambahkan, atas hal itu, perlu dilakukan tindakan dari pihak terkait dalam hal ini Disnaker tran Sos dan DPRD Purwakarta untuk memperjuangkan nasib karyawan dan meminimalisir tindakan perusahaan yang cuma menjadikan karyawan sebagai sasaran objek peraup keuntungan.(rif) |
Berselancar lebih cepat.
Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka browser.Dapatkan IE8 di sini! (Gratis)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar