Minggu, 17 Mei 2009

Air Mineral Bertaburan Petani Teh Purwakarta Merugi




PURWAKARTA,RAKA-Para petani teh di Ds Neglasari Kec.Darangdan Purwakarta dalam dua tahun terakhir ini kelimpungan. Sudah hampir setiap tahunnya harga jual pucuk teh terus anjlok di pasaran. Akibatnya, para petani terus menerus mengalami kerugian.

Saat ini harga pucuk teh di pasaran dijual di kisaran Rp 2.000 per kg. Harga tersebut sangat jauh dari normal. Menurut Tarja (42), salah seorang tengkulak teh diwilayah itu, harga pucuk teh sebelumnya tidak pernah mencapai titik terendah seperti sekarang. Tahun-tahun sebelumnya, harga pucuk teh selalu stabil berada di kisaran Rp 6.000 per kg.

Kalaupun turun, kata Tarja, harganya tidak akan kurang dari Rp 2.500 per kg. Yang membuat petani kelimpungan, menurut dia, karena terjadi perubahan konsumsi air minum teh ke air mineral selain transaksi penjualan pucuk teh dari petani ke pengusaha yang tidak langsung dibayarkan dengan tunai.

"Semenjak air mineral marak dikonsumsi masyarakat permintaan akan teh menurun dan itu berpengaruh pada harga jual,"kata Tarja.

Tarja menyebutkan, sebelum konsumsi air berubah, dirinya biasa mengirim pasokan pucuk teh kering ke pengusaha hingga 2 ton dari 1 hektar ladang teh. Namun, kata dia, karena permintaan terus menyusut, saat ini pengiriman turun hingga lebih dari 55 persen.

"Pengiriman teh sekarang menyusut. Dari 6 pabrik yang ada disini, sekarang saya cuma mengirim pada 1 pabrik saja,"ungkapnya.

Menurunnya harga teh berpengaruh juga pada kehidupan pemetik teh. Dari kenyataan saat ini, dalam sehari pemetik teh cuma bisa menghasilkan upah sebanyak Rp.6000 per hari. Jumlah itu, lebih kecil bila dibandingkan dengan penghasilan upah tahun sebelumnya yang mencapai Rp.20.000 per hari.

"Sekarang saya cuma bisa membawa sebesar Rp.6000 perhari, padahal waktu permintaan teh masih stabil biasanya bisa membawa sampai Rp.20.000 an,"terang Robiah (40) salah seorang pemetik teh.

Menanggapi hal itu, Kepala Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Temang Sulaeman mengungkapkan, saat ini ancaman gulung tikar sedang menghantui para petani. Sebabnya, karena ongkos produksi tinggi sedangkan permintaan pengiriman barang (teh,red) terus mengalami penurunan.

Akibat hal itu, lanjut Kades, dari sekitar 350 orang petani teh di desanya 50 persen diantaranya sudah berubah profesi menjadi petani palawija.  "Sekitar 330 hektar ladang teh di desa ini seperempatnya sudah dirubah menjadi ladang palawija. Itu, dilakukan untuk menghindari kerugian yang berkesinambungan,"kata Kades.

Meskidemikian, lanjut Kades, 6 perusahaan teh yang ada didaerahnya saat ini tetap beroperasi. Petani-petani teh yang masih bertahan masih sanggup menyuplai teh kendati harga teh masih minus fluktuatif. "Saat sedang merugi, mereka beralih bercocok tanam ke tanaman lain seperti sayuran,"ujar Kades.

Saat ini, luas areal perkebunan teh di Desa Neglasari mencapai 330 hektar. 130 hektar diantaranya selalu produktif menghasilkan produk teh. (rif)


Lebih bersih, Lebih baik, Lebih cepat - Yahoo! Mail: Kini tanpa iklan. Rasakan bedanya!


0 komentar:

pengunjung